Friday, June 13, 2008

The Will Of Leader


Para Leader, hidup kita diwarnai dengan berbagai perasaan, emosi, sensasi, atau persepsi mengenai realita di sekitar kita. Yang perlu diingat adalah bahwa kita yang memilih warna tersebut! Apabila Anda selama ini merasa tidak bisa mengontrol hasrat (passion) di dalam diri, sudah seharusnya disadari bahwa orang lain yang telah memilihkan warna untuk Anda!

Setiap pemimpin merupakan produk dari situasi hidup dan zaman-nya, serta hasratnya (passion) sendiri untuk memimpin. Kepemimpinan ditentukan juga oleh faktor-faktor pribadi, terutama hasrat yang timbul. Sedangkan kesempatan untuk memimpin ditentukan oleh lingkungan secara keseluruhan. Kepemimpinan senantiasa terkait dengan situasi dan kebutuhan spesifik tertentu. Oleh karena itulah seorang Leader harus bisa membedakan antara sesuatu yang diperoleh karena usaha atau jerih payah sendiri dengan sebuah hal yang diberikan (given). Dalam dua hal inilah terletak satu kata kunci, yaitu nilai pengorbanan yang harus dibayar. Sebuah pemberian diperoleh dengan cuma-cuma. Keberhasilan yang di-peroleh karena jerih payah sendiri lahir dari suatu tekad dan hasrat (passion). Artinya, ada sikap kesediaan dan kesiapan untuk membayar harganya.

Apa harapan dan cita-cita dalam hidup kita? Banyak keinginan sepin-tas yang tidak realistis, sekedar meng-umbar kesenangan karena banyaknya tawaran menarik di sekitar kita, hanya memberi mimpi-mimpi sesaat. Sebaliknya, sebuah keinginan yang jelas, tepat guna dan realistis akan membangun hasrat kuat (passion) dalam diri kita guna mencapai tujuan.Kita perlu menemukan tujuan hidup dan cita-cita yang sesungguhnya untuk membangun tekad dan keinginan kuat guna meraih dan mewujudkannya. Bersikap jujur dan menemukan jati diri sendiri akan membentuk sebuah hasrat sejati (true passion) yang memotivasi para Leader untuk mencapai kesuksesan.
Para Leader, untuk membedakan antara hasrat sejati dengan keinginan bisa dilakukan melalui sudut pandang karakter kita sendiri. Jika hanya sebuah keinginan, maka tidak harus ada proses, tidak usah teruji, tidak harus ada fokus maupun pengorbanan. Hal-hal inilah yang berangkat dari keinginan.

Di lain sisi, karakter dasar dari hasrat sejati akan mencerminkan ka-rakter yang: Determination, memiliki tujuan jelas. Clear Motive, memiliki motivasi benar. Sacrifice, jika sudah ada tujuan jelas, motivasi yang benar, tapi tidak memiliki pengorbanan, maka menjadi sia-sia. Focus, memiliki fokus yang pasti dan jelas. Dan, Endurance, pantang menyerah, tahan uji serta tekun.

Tantangan adalah cara menguji hasrat sejati (true passion) yang kita miliki. Tantangan datang dari situasi, orang atau lingkungan sekitar dan keluarga. Tidak ada hasrat yang tidak bisa diekspresikan. Orang-orang sekitar kita pasti bisa melihat hasrat yang kita miliki melalui body language dan perkataan kita.Oleh karena itulah, seorang Leader harus memiliki hasrat sejati. Kepemimpinan bukan berbicara mengenai posisi dan kekuasaan belaka namun lebih berbicara mengenai fungsi kepemimpinan. Jika seorang Leader tidak memiliki dan kehilangan hasrat sejati, maka ia akan kehilangan motivasi dan arah hidup. Ia juga mudah dipengaruhi dan tidak tahu apa yang ingin dicapai dalam hidupnya. Mudah menyerah. Jika kehilangan motivasi dan arah hidup, kita bisa menjadi Leader dengan karakter mudah menyerah. Orang yang mudah menyerah rentan dengan tantangan, tidak memahami tujuan hidupnya dan tidak memiliki daya tahan yang kuat. Ia sulit berkompetisi tidak ada daya juang yang kuat atau sense of competence. Orang seperti ini tidak akan menjadi siapa-siapa. Ia pun tidak akan pernah mencapai apa-apa dalam hidupnya.Last, temukanlah hasrat Anda sendiri. Raih dan perjuangkan sesuai dengan kemampuan diri, karena semua ini adalah pilihan Anda, Leader! (leadershippark.com)
. Selengkapnya...

Tuesday, May 20, 2008

Crowd in My Head

“Banyak orang berhenti hidup walaupun mereka masih terus bekerja.
Mereka lupa akan saat-saat penuh pesona yang dibawa setiap hari dan keajaiban hidup yang datang tiap menit.”
(Paulo Coelho)

Saya terkesima pertama kali melihat kutipan tersebut, pikiran saya mencoba kembali mencerna dan berusaha memahami rentetan kata-kata sederhana yang sedang saya baca. Dan saya telah mengambil pemahaman bagi diri saya sendiri, yang tentunya mungkin (baca : hampir dapat dipastikan) berbeda dengan pemahaman anda.
Bagi saya, kutipan tersebut membuat saya kembali melihat kedalam diri saya sendiri, dan kembali melihat dunia di sekitar saya. Rutinitas yang kita jalani setiap hari, harus kita akui, kadang membuat kita "lupa" akan perkembangan dan perubahan yang terjadi diseputar kita. Dan rutinitas itu membentuk kita menjadi "sosok yang terprogram" yang berjalan secara otomatis.
Mungkin anda bertanya, "sosok yang terprogram dan berjalan secara otomatis ?". Sebagai ilustrasi saya beri contoh, tentunya andasudah sangat hafal perjalanan yang ditempuh dari rumah anda menuju tempat anda bekerja bukan ? Rute yang anda lalui setiap hari selalu sama, yang pada akhirnya anda sadari atau tidak, rute ini sudah "terprogram" di alam bawah sadar anda, sehingga apabila hendak pergi ke kantor, ANDA TIDAK BERFIKIR LAGI harus melalui rute yang mana, alam bawah sadar anda yang menuntun, apakah belok kiri atau kanan, semua berjalan secara otomatis.
Begitu juga apabila kita selalu mengerjakan pekerjaan yang sama, rutinitas dapat membuat kita menjadi serba otomatis, layaknya robot, sehingga kita jarang sekali benar-benar mempergunakan potensi "super komputer" di kepala kita untuk berfikir kreatif, logis dan kritis. Apalagi, bila saya dan anda hanya seorang staf yang baru mau bekerja bila diperintah oleh atasan, bisa anda bayangkan bukan ? Dalam kondisi seperti ini, anda dan saya hanyalah "mesin".
Bagi saya, inilah kondisi dimana kita terus bekerja tapi kita telah berhenti hidup. Kita berhenti menggunakan potensi yang kita miliki dan terjebak dalam nikmatnya labirin rutinitas yang ada. Yang (mungkin) bagi anda dan saya itu cukup. Sementara itu, dunia terus berputar, perubahan terus terjadi, perkembangan teknologi yang pesat, penemuan-penemuan baru, situasi politik yang memanas, bahkan tingkat intelegensia manusia di belahan bumi yang lain telah jauh meninggalkan kita, tanpa kita sadari.
Saya yakin sekali, sebenarnya masih banyak potensi yang bisa kita gali didalam diri kita masing-masing. Masih banyak sekali yang bisa kita lakukan, baik untuk diri sendiri maupun orang lain. Jadi mengapa kita batasi diri kita dengan "program otamatis" ? Mengapa tidak berubah ? Bukankah semuanya disekitar anda dan saya telah berubah ?
Jujurnya, saya sendiri sedang berusaha "MEMANUSIAKAN KEMBALI" diri saya, mencoba kembali menggali potensi diri yang ada, mencoba kembali berbicara dan berdamai dengan HATI dan PIKIRAN saya, mencoba kembali menikmati pesona dan kejutan-kejutan yang terjadi dalam setiap langkah yang saya tempuh. Saya akan berusaha keluar dari dalam labirin yang selama ini memenjarakan saya. Bagaimana dengan anda ?
Coba anda pikirkan lagi, apa yang sedang berlangsung disekitar anda, persis ketika anda membaca tulisan ini. Kalau anda tanya saya, sebenarnya kita sedang menjalankan "PROGRAM USANG", yang sudah berlangsung sejak puluhan, mungkin ratusan tahun yang lalu.
Jadi, kalau tidak kita mulai perubahan itu dari sekarang, mungkin anda dan saya kelak tidak akan sanggup berkaca, melihat kedalam cermin, dan berkata "AKU SUDAH MELAKUKAN YANG TERBAIK UNTUK GENERASI PENERUSKU"
Karena percayalah, jejak yang kita tinggalkan hari ini akan menjadi salah satu patokan mereka untuk menentukan masa depan yang lebih baik.
. Selengkapnya...

Wednesday, May 14, 2008

Pelayanan Prima


Sebelum mencoba berbagi mengenai konsep pelayanan prima, saya ingin menceritakan sebuah ilustrasi tentang pelayanan. Demikian ceritanya :

Pagi itu pak Amir sedang bersiap-siap untuk pergi ke kantor kelurahan tempatnya tinggal. Hari ini saya akan memperpanjang KTP saya yang akan habis masa berlakunya satu minggu lagi, demikian batinnya. Setelah mempersiapkan berkas yang dianggapnya perlu, pak Amir bergegas menuju kantor kelurahan.

Dalam perjalanan menuju kantor kelurahan, pak Amir melihat suatu papan pengumuman di pinggir jalan utama. Beliau mendekati papan pengumuman tersebut, ternyata itu adalah papan pengumuman yang berisi syarat-syarat yang diperlukan untuk mengurus berbagai dokumen yang diperlukan masyarakat, seperti KTP, pengajuan Kartu Keluarga, dan berbagai surat keterangan penting lainnya. Kantor kelurahan setempat telah berinisiatif untuk memberikan informasi yang diperlukan masyarakat, sangat membantu sekali, pikir pak Amir.

Sekali lagi pakAmir memeriksa berkas yang dibawanya sesuai yang tertera di papan pengumuman, lalu meneruskan langkahnya menuju kantor kelurahan. Tidak berapa lama pak Amir telah tiba didepan kantor kelurahan. Bangunan kantor itu tidak terlalu besar, dan masih menggunakan arsitektur yang lama, namun terlihat jelas bahwa bangunan tersebut dipelihara dengan baik. Dindingnya di cat putih bersih, sederhana namun terlihat rapi. Halaman kantor ditanami bunga-bunga berwarna cerah yang tumbuh mekar, seolah menjadi salam selamat datang, pekarangan disapu dengan bersih, menambah kenyamanan. Pak Amir pun melangkah.

Ketika sampai didepan pintu kantor, terlihat seorang petugas duduk di mejanya. Petugas itu berdiri menyambut kedatangan pak Amir, tersenyum, dan berkata “Selamat pagi Pak, Saya Mira, petugas kantor kelurahan ini, ada yang bisa Saya bantu Pak ?”. Pak Amir kembali tersenyum dan menjelaskan maksud kedatangannya.

Sambil tetap tersenyum, Mira mempersilahkan pak Amir duduk, dan menanyakan berkas kelengkapan yang diperlukan untuk memperpanjang KTP nya. Setelah memeriksa berkas yang dibawa pak Amir, Mira menjelaskan prosedur dan biaya yang diperlukan. “Proses perpanjangan KTP ini memakan waktu sekitar 30 menit Pak” lanjut Mira. “Bapak bisa menunggu diruangan di sebelah kanan Saya, mari Pak”. Mira mengajak pak Amir keruangan sebelah.

Ruangan itu tidak terlalu besar, tapi tertata apik. Ada sederetan kursi dan meja kayu yang sederhana namun bersih. Di pojok ruangan terlihat meja kecil, yang diatasnya ada dispenser berisi air mineral lengkap dengan gelas-gelas pelastik yang tertata rapi. Sebuah televisi menyala, menampilkan acara salah satu stasiun televisi swasta. Diatas meja tersusun rapi beberapa majalah dan koran sebagai bahan bacaan. “Silakan Bapak menunggu disini 30 menit, selama KTP Bapak kami proses”. Lengkap dan cukup nyaman ruang tunggu ini pikir pak Amir. Setelah petugas itu pergi, pak Amir pun menunggu sambil menonton televisi.

Tidak terasa waktu sudah berjalan 20 menit ketika petugas itu datang kembali menemui pak Amir. “Terima kasih sudah menunggu Pak, KTP Bapak sudah selesai kami proses dan telah diperpanjang, tolong diperiksa dulu Pak, siapa tau ada kesalahan penulisan di KTP Bapak”. Pak Amir pun memeriksa KTP nya yang baru, ternyata tidak ada yang salah dengan KTP tersebut.
“Kalau tidak ada yang salah, KTP Bapak sudah selesai, ada yang bisa Saya bantu lagi Pak ?” tanya nya. Pak Amir mengucapkan terima kasih dan mengatakan sudah tidak ada lagi keperluannya. “Terima kasih Pak, kalau begitu mari Saya antarkan kedepan, dan jangan sungkan-sungkan untuk datang kembali, jika Bapak mempunyai keperluan di kantor kelurahan ini ” ucap petugas tersebut sambil tetap tersenyum. Akhirnya pak Amir pergi meninggalkan kantor kelurahan tersebut sambil tersenyum dan memuji dalam hati betapa sangat memuaskan sekali pelayanan yang diberikan oleh kantor kelurahan tersebut.

Bagaimana ? Mungkin itu adalah salah satu gambaran utopis, gambaran sempurna dari suatu keadaan yang ingin kita capai. Namun menurut saya, kurang lebih pelayanan prima dapat di ilustrasikan seperti cerita diatas. Pelayanan prima harus mencakup, paling tidak, tiga aspek. Dari cerita diatas dapat disimpulkan, kantor kelurahan itu telah mengadopsi sistem pelayanan prima. Prima dari segi sumber daya manusia, dari segi sarana dan pra sarana, serta prima dari segi sistem kerja (prosedur) yang diterapkan.

Sebelum melangkah lebih jauh, marilah kita tinjau dahulu pengertian dan makna dari pelayanan itu sendiri. Melayani dapat berarti membantu menyiapkan (mengurus) apa yang diperlukan seseorang. Sedangkan pelayanan dapat diartikan usaha melayani kebutuhan orang lain. Sehingga tentunya dalam memberikan pelayanan, tujuan akhirnya adalah memberikan yang terbaik bagi kepuasan pihak yang dilayani. Apakah ada standar bagi kepuasan itu sendiri ? Semestinya ada, pelayanan dapat dikatakan sebagai pelayanan prima, apabila usaha yang kita berikan nilainya lebih besar dari pada standar yang ditetapkan. Sebagai contoh dari ilustrasi diatas, estimasi waktu yang diberikan adalah 30 menit, tetapi pekerjaan dapat diselesaikan dalam waktu 20 menit. Lebih cepat 10 menit bagi pihak yang menunggu. Berarti dari segi sistem kerja dan prosedur, sudah dapat dikatakan prima, ada alur kerja yang diikuti, ada batasan waktu yang jelas, dan ternyata terselesaikan sebelum batas waktu !

Bila kita mencoba melihat sedikit ke belakang, bahwa pada awalnya masyarakat membuat kontrak sosial untuk membentuk lembaga pemerintahan, dengan tugas law and order (konsep penjaga malam). Pada tahapan selanjutnya tuntutan agar pemerintah bukan hanya sebagai penjaga malam, tetapi bertugas untuk kemakmuran rakyatnya (welfare state). Konsep kemakmuran berakar dari, bagaimana Negara berupaya melakukan usaha-usaha pemerintahan melalui pembangunan dan pemerataan. Jadi keberadaan pemerintah adalah untuk melindungi dan mensejahterakan masyarakatnya. Kesejahteraan itu sendiri biasanya diukur dengan Indeks Pembangunan Manusia (HDI) dengan indikator utamanya penghasilan, kesehatan, dan pendidikan. Sehingga tidak mengherankan bila pemerintah selalu berusaha menitik beratkan pembangunan pada tiga sektor ini. Sehingga untuk meningkatkan HDI dilakukan melalui pelayanan publik (umum) yang sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Pelayanan publik (umum) adalah segala bentuk kegiatan pelayanan yang dilaksanakan oleh penyelenggara pelayanan publik sebagai upaya pemenuhan kebutuhan penerima pelayanan maupun pelaksanaan ketentuan peraturan perundang-undangan (Kepmenpan 63/KEP/M.PAN/7/2003). Dalam hal ini yang menjadi penyelenggara pelayanan publik tentu saja instansi pemerintah. Pemberi pelayanan publik adalah pejabat/ pegawai instansi pemerintah yang melaksanakan tugas dan fungsi pelayanan publik sesuai dengan peraturan perundang-undangan. Sedangkan penerima pelayanan publik adalah orang, masyarakat, instansi pemerintah dan badan hukum. Sehingga sudah menjadi tugas semua aparat pemerintah, untuk memberikan pelayanan publik.

Konsep pelayanan prima sendiri bukanlah suatu konsep yang benar-benar baru. Namun pada pelaksananannya masih terkesan sedikit terkendala. Pemerintah terus membenahi sistem kerja maupun menciptakan terobosan-terobosan baru dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat. Sebut saja misalnya, apa yang sekarang disebut e-government (e-gov), pemerintah, baik pusat maupun daerah, telah berusaha mengadopsi teknologi dan diterapkan dalam sistem pemerintahan untuk mempermudah dan memotong birokrasi yang selama ini lebih kompleks. Atau yang sekarang sedang hangat dibicarakan, pembentukan Unit Pelayanan Perijinan Terpada Satu Pintu (UPPTSP). Salah satu tujuan pembentukan UPPTSP adalah untuk menciptakan satu unit kerja di bidang pelayanan perijinan kepada masyarakat yang lebih baik, dengan prosedur yang lebih cepat, terjangkau, dan dengan birokrasi yang lebih sederhana. Hal ini merupakan satu langkah yang sangat bijak, dan menunjukkan keseriusan pemerintah dalam meningkatkan pelayanan publik yang prima kepada masyarakat.

Pelayanan prima berarti pelayanan yang sangat baik atau pelayanan yang terbaik. Pelayanan terbaik dari pemerintah kepada masyarakat. Merupakan suatu sikap dari aparat pemerintah dalam melayani masyarakat secara memuaskan. Pelayanan prima dapat memberikan kepuasan kepada semua pihak, baik masyarakat, pegawai, maupun pemerintah atau Negara.

Pelayanan prima sangat terkait dengan tingkat kepuasan masyarakat yang dilayani. Dalam hal ini kepuasan berarti tingkat perasaan seseorang setelah membandingkan kinerja (hasil) yang dirasakan, dengan harapannya. Jika kinerja di bawah harapan, maka masyarakat kecewa. Jika kinerja sama dengan harapan, masyarakat puas. Sedangkan jika kinerja melebihi harapan, masyarakat akan sangat puas (prima).

Untuk menerapkan pelayanan prima, harus diciptakan dahulu hal-hal yang menjadi standar pelayanan prima. Setiap penyelenggaraan pelayanan publik harus memiliki standar pelayanan. Standar ini harus dipublikasikan sebagai jaminan adanya kepastian bagi penerima layanan (masyarakat). Standar pelayanan merupakan ukuran yang dibakukan dalam penyelenggaraan pelayanan, wajib ditaati oleh pemberi dan penerima pelayanan.

Standar pelayanan prima/ publik ini sendiri telah ditetapkan melalui Kepmenpan No. 63/2003 seperti dibawah ini :
1. Prosedur Pelayanan
Prosedur pelayanan yang dibakukan bagi pemberi dan penerima pelayanan termasuk pengaduan.
2. Waktu Penyelesaian
Waktu yang ditetapkan sejak saat mengajukan permohonan sampai dengan penyelesaian pelayanan termasuk pengaduan.
3. Biaya Pelayanan
Biaya pelayanan termasuk rinciannya.
4. Produk Pelayanan
Hasil pelayanan yang diterima sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan.
5. Sarana dan Prasarana
Penyediaan sarana dan pra-sarana pelayanan yang memadai oleh penyelenggara pelayanan.
6. Kompetensi Petugas Pemberi Pelayanan
Petugas pemberi pelayanan harus ditetapkan dengan tepat, berdasarkan pengetahuan, keahlian, keterampilan, sikap, dan perilaku yang dibutuhkan.

Dengan adanya standar, kita dapat mengetahui kualitas layanan yang diberikan. Hal ini menjadi penting sebagai bahan untuk koreksi diri (self correction) dan untuk pengembangan secara terus menerus.

Pelayanan prima bukanlah suatu sistem kerja yang tidak mungkin dicapai. Pelayanan prima dapat dicapai, apabila kita berorientasi pada kepuasan masyarakat, obsesi terhadap mutu pelayanan yang diberikan. Diperlukan komitmen jangka panjang dari semua pihak untuk menciptakan apa yang disebut budaya pelayanan prima. Pendidikan dan pelatihan untuk meningkatkan kapasitas pengetahuan aparatur. Kerjasama tim dan semangat tidak cepat untuk puas. Perbaikan, baik sistem prosedur kerja, maupun sarana secara berkesinambungan.

Demikian banyak aspek yang harus kita benahi. Oleh karena itu, sebagai langkah pertama, marilah kita semua bersama-sama berkomitmen untuk memberikan pelayanan terbaik bagi masyarakat. Lakukanlah hal-hal terbaik ditempat kita bertugas, karena kita semua mempunyai tanggung jawab moral, baik kepada Tuhan, masyarakat, dan diri sendiri, selaku aparatur pemerintah, untuk ikut membangun dan mensejahterakan masyarakat melalui bidang kita masing-masing.
Kini semuanya kembali terpulang kepada kita semua, apakah kita mau untuk berkomitmen dan memberikan pelayanan terbaik sebagai abdi Negara ? Atau kita hanya akan bekerja sebagai seorang aparatur yang biasa-biasa saja ?
. Selengkapnya...

repot-masih nih birokrasi

E-Government menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam diskusi di Internet maupun dalam media masa. Di Indonesia, topik ini menjadi populer setelah dihubungkan dengan otonomi daerah. Apa sebenarnya definisi dari e-government itu? Apakah kaitannya dengan reformasi birokrasi ? Tulisan ini mencoba membahas hal ini secara singkat.
The World Bank Group mendefinisikan E-Government sebagai:

E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.

Pada intinya E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain, baik itu masyarakat maupun pihak swasta. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: Pemerintah dengan masyarakat atau G2C (Government to Citizen), Pemerintah dengan sektor bisnis/swasta atau G2B (Government to Business Enterprises), dan hubungan intern organisasi pemerintah itu sendiri atau G2G (inter-agency relationship).

E-Government ini sendiri dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, diantaranya, penyediaan data dan informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat maupun kalangan swasta. Informasi ini dapat berupa potensi daerah, komoditas unggulan, kondisi sosial masyarakat, kondisi pendidikan, maupun gambaran umum lainnya yang pada akhirnya kita harapkan dapat mengundang pihak-pihak yang ingin berinvestasi di daerah. Melalui penerapan e-gov, informasi ini harus dapat diakses oleh masyarakat dimanapun dia berada ( melalui internet ), misalnya dengan pembuatan website resmi pemerintah daerah. Hal ini tentunya mempermudah pihak-pihak yang ingin mendapatkan informasi mengenai kondisi suatu daerah. Di era otonomi daerah, fungsi penyedia sumber informasi ini dapat menjadi penentu keberhasilan.

Lalu apa kaitannya antara e-government dengan reformasi birokrasi ? Seiring dengan perkembangan teknologi, kondisi masyarakat saat ini berbeda bila dibandingkan dengan kondisi masa lalu, dimana kemajuan pembangunan, sosial, ekonomi masyarakat telah semakin meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, serta kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, dinamis dan beraneka ragam. Pemerintah dituntut untuk “beradaptasi” dengan berbagai perkembangan yang ada.

Prinsip-prinsip yang lama dalam menjalankan pemerintahan kini harus ditinggalkan (baca : direformasi) dengan prinsip-prinsip yang baru. Pemerintah pun mendengungkan kepada masyarakat apa yang disebut dengan Good Governance (ketata pemerintahan yang baik). Dengan 10 prinsip dalam menjalankan good governance, pemerintah kini berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, dengan menekankan transparansi, akuntabilitas, efektif dan efisien, serta daya respon yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat.

Pada dasarnya penerapan ketata pemerintahan yang baik adalah pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat . Untuk mencapai ke cita-cita ideal tersebut, pemerintah perlu memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Karena selama ini birokrasi cenderung tidak seperti apa yang diharapkan .

Pemerintah dituntut memberikan informasi yang lebih akurat, terbuka dan dapat diakses dengan cepat. Pelayanan publik yang lebih transparan, efektif, dan efisien. Untuk hal-hal yang bersifat publik diharapkan tidak ada lagi birokrasi panjang yang bertele-tele “versi lama” yang selama ini menjadi momok masyarakat apabila berhubungan dengan pihak pemerintah.

Penerapan ketata pemerintahan yang baik, sejalan dengan tujuan pengembangan e-government dalam Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003. Disebutkan, pengembangan e-government merupakan uapaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja dilingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup dua aktifitas yang berkaitan, yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis, dan (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat di akses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.

Melalui pemanfaatan teknologi informasi, sekat-sekat birokrasi yang selama ini menghambat dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat diminimalkan. Informasi yang selama ini sulit diperoleh dapat diakses dengan cepat tanpa ada batasan ruang dan waktu.

Kita ambil contoh Pemerintah Kota Cimahi sebagai daerah yang sudah lebih dahulu memanfaatkan teknologi informasi dalam pelayanan masyarakat. Pemerintah Kota Cimahi membentuk Unit Pelayanan Satu Atap berbasis teknologi informasi yang melayani sekitar 60 perijinan. Untuk pengurusan pengajuan KTP misalnya, apabila persyaratannya sudah lengkap, dapat diselesaikan hanya dalam waktu 2 jam. Mengapa ini dapat dilakukan ? Karena Pemko Cimahi sudah memiliki sistem database yang terintegrasi secara on-line mulai dari kelurahan, kecamatan, sampai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota, sehingga waktu birokrasi yang dibutuhkan untuk menyesuaikan data atau cek validitas data antar unit kerja dapat dipangkas. Atau contoh lain yang mungkin dapat kita cermati, Pemerintah Kota Malang, yang berhasil mendongkrak PAD dari sektor perijinan secara on-line, berhasil mengundang investor yang tertarik karena lengkapnya data potensi daerah dan produk unggulan dari website pemerintah kota, dan masih banyak lagi daerah lain di Indonesia yang telah berhasil memanfaatkan teknologi informasi untuk peningkatan pelayanan publik yang pada akhirnya berhasil meningkatkan pembangunan didaerahnya masing-masing. Jika mereka mampu melaksanakannya, mengapa kita tidak ?

Memang benar, bukan berarti kita harus meniru mentah-mentah apa yang sudah dilaksanakan di daerah lain. Tapi kita dapat menjadikannya bahan acuan untuk pengembangan teknologi informasi di daerah kita, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat daerah masing-masing.
Menerapkan e-government memerlukan analisis secara menyeluruh, penetapan grand masterplan yang terintegrasi dan terencana dengan matang dari masing-masing unit kerja, sehingga pemanfaatan teknologi informasi bisa optimal dan tidak berjalan sendiri-sendiri, ditunjang dengan pembentukan struktur organisasi yang dapat mendukung operasional pengelolaan e-government.

Pada tahap awal, tentu ada rasa “gamang” yang menyelubungi pikiran kita untuk memulai pengembangan pemerintahan berbasis teknologi informasi. Bahkan mungkin kita bingung harus memulainya dari mana. Bagaimana menentukan teknologi yang tepat untuk digunakan, hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan ? Dan banyak pertanyaan lain yang menggantung di benak kita. Itu hanyalah faktor teknis yang dapat dengan mudah kita pecahkan secara bersama-sama.
Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor mental aparatur yang menjalankannya. Marilah kita semuanya mulai menanamkan kepada pribadi kita masing-masing untuk bekerja lebih profesional, lebih megutamakan dan meningkatkan kinerja, serta pelayanan yang prima kepada masyarakat. Karena apabila aparaturnya sendiri tidak mau mereformasi sikap mental dan cara berpikir dalam bekerja, lebih baik usaha mereformasi birokrasi kita lupakan saja.
. Selengkapnya...

Blogspot Template by Isnaini Dot Com