Wednesday, May 14, 2008

repot-masih nih birokrasi

E-Government menjadi topik yang hangat dibicarakan dalam diskusi di Internet maupun dalam media masa. Di Indonesia, topik ini menjadi populer setelah dihubungkan dengan otonomi daerah. Apa sebenarnya definisi dari e-government itu? Apakah kaitannya dengan reformasi birokrasi ? Tulisan ini mencoba membahas hal ini secara singkat.
The World Bank Group mendefinisikan E-Government sebagai:

E-Government refers to the use by government agencies of information technologies (such as Wide Area Networks, the Internet, and mobile computing) that have the ability to transform relations with citizens, businesses, and other arms of government.

Pada intinya E-Government adalah penggunaan teknologi informasi yang dapat meningkatkan hubungan antara Pemerintah dan pihak-pihak lain, baik itu masyarakat maupun pihak swasta. Penggunaan teknologi informasi ini kemudian menghasilkan hubungan bentuk baru seperti: Pemerintah dengan masyarakat atau G2C (Government to Citizen), Pemerintah dengan sektor bisnis/swasta atau G2B (Government to Business Enterprises), dan hubungan intern organisasi pemerintah itu sendiri atau G2G (inter-agency relationship).

E-Government ini sendiri dapat diimplementasikan dalam berbagai cara, diantaranya, penyediaan data dan informasi, khususnya informasi yang sering dicari oleh masyarakat maupun kalangan swasta. Informasi ini dapat berupa potensi daerah, komoditas unggulan, kondisi sosial masyarakat, kondisi pendidikan, maupun gambaran umum lainnya yang pada akhirnya kita harapkan dapat mengundang pihak-pihak yang ingin berinvestasi di daerah. Melalui penerapan e-gov, informasi ini harus dapat diakses oleh masyarakat dimanapun dia berada ( melalui internet ), misalnya dengan pembuatan website resmi pemerintah daerah. Hal ini tentunya mempermudah pihak-pihak yang ingin mendapatkan informasi mengenai kondisi suatu daerah. Di era otonomi daerah, fungsi penyedia sumber informasi ini dapat menjadi penentu keberhasilan.

Lalu apa kaitannya antara e-government dengan reformasi birokrasi ? Seiring dengan perkembangan teknologi, kondisi masyarakat saat ini berbeda bila dibandingkan dengan kondisi masa lalu, dimana kemajuan pembangunan, sosial, ekonomi masyarakat telah semakin meningkatkan kesejahteraan dan kualitas hidup, serta kehidupan masyarakat yang semakin kompleks, dinamis dan beraneka ragam. Pemerintah dituntut untuk “beradaptasi” dengan berbagai perkembangan yang ada.

Prinsip-prinsip yang lama dalam menjalankan pemerintahan kini harus ditinggalkan (baca : direformasi) dengan prinsip-prinsip yang baru. Pemerintah pun mendengungkan kepada masyarakat apa yang disebut dengan Good Governance (ketata pemerintahan yang baik). Dengan 10 prinsip dalam menjalankan good governance, pemerintah kini berusaha memberikan pelayanan terbaik kepada masyarakat, dengan menekankan transparansi, akuntabilitas, efektif dan efisien, serta daya respon yang tinggi terhadap kebutuhan masyarakat.

Pada dasarnya penerapan ketata pemerintahan yang baik adalah pelayanan publik yang lebih baik kepada masyarakat . Untuk mencapai ke cita-cita ideal tersebut, pemerintah perlu memperbaiki sistem birokrasi yang ada. Karena selama ini birokrasi cenderung tidak seperti apa yang diharapkan .

Pemerintah dituntut memberikan informasi yang lebih akurat, terbuka dan dapat diakses dengan cepat. Pelayanan publik yang lebih transparan, efektif, dan efisien. Untuk hal-hal yang bersifat publik diharapkan tidak ada lagi birokrasi panjang yang bertele-tele “versi lama” yang selama ini menjadi momok masyarakat apabila berhubungan dengan pihak pemerintah.

Penerapan ketata pemerintahan yang baik, sejalan dengan tujuan pengembangan e-government dalam Instruksi Presiden No. 3 Tahun 2003. Disebutkan, pengembangan e-government merupakan uapaya untuk mengembangkan penyelenggaraan kepemerintahan yang berbasis (menggunakan) elektronik dalam rangka meningkatkan kualitas layanan publik secara efektif dan efisien. Melalui pengembangan e-government dilakukan penataan sistem manajemen dan proses kerja dilingkungan pemerintah dengan mengoptimasikan pemanfaatan teknologi. Pemanfaatan teknologi informasi tersebut mencakup dua aktifitas yang berkaitan, yaitu : (1) pengolahan data, pengelolaan informasi, sistem manajemen dan proses kerja secara elektronis, dan (2) pemanfaatan kemajuan teknologi informasi agar pelayanan publik dapat di akses secara mudah dan murah oleh masyarakat di seluruh wilayah negara.

Melalui pemanfaatan teknologi informasi, sekat-sekat birokrasi yang selama ini menghambat dalam pelaksanaan pelayanan publik dapat diminimalkan. Informasi yang selama ini sulit diperoleh dapat diakses dengan cepat tanpa ada batasan ruang dan waktu.

Kita ambil contoh Pemerintah Kota Cimahi sebagai daerah yang sudah lebih dahulu memanfaatkan teknologi informasi dalam pelayanan masyarakat. Pemerintah Kota Cimahi membentuk Unit Pelayanan Satu Atap berbasis teknologi informasi yang melayani sekitar 60 perijinan. Untuk pengurusan pengajuan KTP misalnya, apabila persyaratannya sudah lengkap, dapat diselesaikan hanya dalam waktu 2 jam. Mengapa ini dapat dilakukan ? Karena Pemko Cimahi sudah memiliki sistem database yang terintegrasi secara on-line mulai dari kelurahan, kecamatan, sampai Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil kota, sehingga waktu birokrasi yang dibutuhkan untuk menyesuaikan data atau cek validitas data antar unit kerja dapat dipangkas. Atau contoh lain yang mungkin dapat kita cermati, Pemerintah Kota Malang, yang berhasil mendongkrak PAD dari sektor perijinan secara on-line, berhasil mengundang investor yang tertarik karena lengkapnya data potensi daerah dan produk unggulan dari website pemerintah kota, dan masih banyak lagi daerah lain di Indonesia yang telah berhasil memanfaatkan teknologi informasi untuk peningkatan pelayanan publik yang pada akhirnya berhasil meningkatkan pembangunan didaerahnya masing-masing. Jika mereka mampu melaksanakannya, mengapa kita tidak ?

Memang benar, bukan berarti kita harus meniru mentah-mentah apa yang sudah dilaksanakan di daerah lain. Tapi kita dapat menjadikannya bahan acuan untuk pengembangan teknologi informasi di daerah kita, disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat daerah masing-masing.
Menerapkan e-government memerlukan analisis secara menyeluruh, penetapan grand masterplan yang terintegrasi dan terencana dengan matang dari masing-masing unit kerja, sehingga pemanfaatan teknologi informasi bisa optimal dan tidak berjalan sendiri-sendiri, ditunjang dengan pembentukan struktur organisasi yang dapat mendukung operasional pengelolaan e-government.

Pada tahap awal, tentu ada rasa “gamang” yang menyelubungi pikiran kita untuk memulai pengembangan pemerintahan berbasis teknologi informasi. Bahkan mungkin kita bingung harus memulainya dari mana. Bagaimana menentukan teknologi yang tepat untuk digunakan, hal-hal apa saja yang harus dipersiapkan ? Dan banyak pertanyaan lain yang menggantung di benak kita. Itu hanyalah faktor teknis yang dapat dengan mudah kita pecahkan secara bersama-sama.
Yang tidak kalah pentingnya adalah faktor mental aparatur yang menjalankannya. Marilah kita semuanya mulai menanamkan kepada pribadi kita masing-masing untuk bekerja lebih profesional, lebih megutamakan dan meningkatkan kinerja, serta pelayanan yang prima kepada masyarakat. Karena apabila aparaturnya sendiri tidak mau mereformasi sikap mental dan cara berpikir dalam bekerja, lebih baik usaha mereformasi birokrasi kita lupakan saja.
.

2 comments:

Nyante Aza Lae said...

repot masih...naek BBM, repot nasi...wuihh capek mikirin idup niy...topik yg menarik, tnyt bung boed seorang idealis, yg bharap n memimpikan kehidupan birokrat yg baik... baca buku sang pemimpi di t4 dq, smoga impian n harapan qta kan terwujud...he...he...nyante aza lae!!!

Zulfahri said...

mantap bin paten....!!!!


Blogspot Template by Isnaini Dot Com